
BEKASI Rajawali Sriwijaya – Laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sejumlah kejanggalan serius dalam pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis B30 oleh UPTD PSA Burangkeng, Kabupaten Bekasi, Tahun Anggaran 2023. Total transaksi senilai Rp7.340.925.615,00 tersebut diduga kuat tidak sesuai spesifikasi kontrak dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
Penunjukan Langsung Tidak Sesuai Prosedur
Proses pemilihan penyedia dilakukan melalui penunjukan langsung kepada PT SIAR tanpa survei kewajaran harga dan tanpa bukti ketersediaan pasokan BBM. Padahal, berdasarkan keterangan Kepala UPTD PSA Burangkeng, penunjukan PT SIAR dilakukan hanya berdasarkan “kesanggupan” penyedia, bukan berdasarkan kemampuan sebagai supplier resmi.
Lebih mencengangkan lagi, PT SIAR diketahui bukan penyedia atau supplier resmi BBM, melainkan perusahaan yang dipinjam oleh pihak lain (Sdr. ES) yang sebenarnya juga menjabat sebagai Direktur di perusahaan berbeda, yaitu CV ABB. PT SIAR hanya menerima fee 1% dari total transaksi untuk penggunaan nama perusahaannya.
Rantai Distribusi BBM Tidak Jelas dan Diduga Melibatkan Perantara Ilegal
BBM yang dikirim ke PSA Burangkeng tidak berasal langsung dari PT PPN (Pertamina Patra Niaga) sebagai produsen BBM B30. Melainkan, transaksi dilakukan secara informal dan melalui perantara, yakni PT AJP dan PT MME — yang bukan agen resmi Pertamina.
BPK menyatakan bahwa hingga akhir pemeriksaan pada 10 Mei 2024, tidak ditemukan dokumen pendukung resmi seperti invoice, surat jalan, atau bukti pengiriman dari PT MME ke UPTD PSA Burangkeng. Bahkan, hasil konfirmasi ke PT PPN menunjukkan bahwa tidak ada kerja sama dengan PT MME maupun PT LP, serta tidak pernah mengeluarkan jaminan pasokan BBM kepada kedua perusahaan tersebut.
Indikasi Kerugian Negara dan Manipulasi Data Pemakaian
Selain ketidaksesuaian spesifikasi BBM, BPK juga menemukan bahwa nilai pengadaan BBM sebesar Rp6.239.187.175,00 tidak dapat diyakini kebenarannya. Proses pengadaan juga melibatkan biaya-biaya tidak resmi (fee dan diskon) senilai Rp1.101.738.440,00.
Pencatatan konsumsi BBM oleh alat berat juga dinilai tidak akurat. Data menunjukkan penggunaan BBM sebesar 150 liter per hari per alat berat untuk 18 unit alat berat, namun konfirmasi ke lapangan menyebutkan hanya 8–10 unit yang benar-benar beroperasi. Hal ini mengindikasikan potensi mark-up pemakaian BBM sebesar Rp2.833.832.500,00.
Bertentangan dengan UU Keuangan Negara
Kondisi ini bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya:
Pasal 18 ayat (3): Pejabat yang menandatangani dokumen keuangan bertanggung jawab atas kebenaran material.
Pasal 59 ayat (1): Setiap kerugian negara akibat pelanggaran hukum atau kelalaian harus segera diselesaikan.
LSM, media, dan masyarakat diharapkan turut mengawal tindak lanjut hasil temuan ini agar penegakan hukum dan prinsip akuntabilitas anggaran publik dapat ditegakkan secara transparan dan adil.
Leave a Reply