Advertisement

Bocor! Anggaran DPRD dan Proyek Fisik di Muara Enim Diduga Sarat Korupsi, Nilainya Capai Puluhan Miliar Rupiah

Muara Enim Rajawali Sriwijaya— Aroma busuk dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Muara Enim kembali terkuak. Kali ini, bukan hanya soal tunjangan mewah anggota DPRD, tetapi juga kejanggalan pada proyek fisik, pembayaran fiktif, serta potensi kerugian negara dari sektor pajak. Total potensi kerugian negara dari berbagai sektor ini mencapai puluhan miliar rupiah.

Desakan agar Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kajati Sumsel) turun tangan pun semakin kuat, seiring munculnya temuan dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

  1. Dugaan Korupsi Tunjangan DPRD: Rp4,66 Miliar

BPK menemukan adanya pembayaran Tunjangan Perumahan dan Transportasi DPRD sebesar Rp4.666.722.870,00 yang tidak sesuai ketentuan.
Di antaranya, Rp4,03 miliar adalah tunjangan perumahan yang diberikan berdasarkan perhitungan yang tak wajar dan melampaui standar tunjangan anggota DPRD provinsi.

Parahnya lagi, dua dari tiga rumah pembanding yang digunakan dalam penilaian nilai tunjangan justru merupakan milik anggota DPRD aktif, yaitu inisial AjR dan Ksm, yang berpotensi menciptakan konflik kepentingan.

BPK juga menilai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) telah menggunakan perhitungan koefisien bangunan yang tidak sesuai standar nasional, dan nilai tunjangan perumahan yang diberikan jauh di atas yang ditetapkan Peraturan Gubernur Sumsel Nomor 14 Tahun 2023.


  1. Proyek Fisik Sarat Masalah: Kekurangan Volume Hingga Denda Terlambat

Total kerugian akibat kekurangan volume pekerjaan dan kelebihan pembayaran proyek fisik di berbagai dinas mencapai lebih dari Rp10,34 miliar.
Sebagian besar berasal dari proyek Dinas PUPR, Dispora, Dinas Kesehatan, Disdag, Disparekraf, dan DPPPA.

Di samping itu, denda keterlambatan 22 paket pekerjaan senilai Rp5,29 miliar belum disetorkan ke kas daerah, yang seharusnya menjadi penerimaan negara.


  1. Potensi Pajak Daerah Hilang: Rp1,14 Miliar

Dari sektor perpajakan, BPK mencatat potensi kekurangan penerimaan pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) minimal Rp1.143.478.309,31 dari salah satu wajib pajak, yakni PT BKK, yang hingga kini belum disetorkan ke Kas Daerah.


Rekomendasi dan Desakan

BPK telah memberikan waktu 60 hari kepada Bupati Muara Enim untuk menindaklanjuti temuan tersebut, termasuk:

Memerintahkan para Kepala Dinas terkait untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian proyek.

Mengembalikan seluruh kelebihan pembayaran dan menyetor denda serta pajak ke Kasda.

Menginstruksikan penertiban SKPD dan proses verifikasi oleh Inspektorat.

Namun hingga kini, belum ada informasi resmi apakah seluruh rekomendasi tersebut sudah dijalankan.


Aspirasi Masyarakat: Tangkap Gerombolan Rampok Uang Negara

Sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat mendesak agar Kajati Sumsel “turun gunung” dan segera menangkap apa yang disebut sebagai “gerombolan rampok uang negara” di balik proyek dan tunjangan fiktif ini.

“Negara tidak boleh kalah. Uang rakyat tidak boleh jadi bancakan elit daerah,” tegas salah satu pegiat antikorupsi lokal.

(Ali.S)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *