
Sumsel Rajwali Sriwijaya -Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa sejatinya adalah urat nadi penyambung hidup masyarakat kecil. Uang itu dititipkan negara agar bisa meringankan beban warga miskin, terutama di tengah krisis dan gejolak ekonomi. Namun apa jadinya ketika dana rakyat justru diperlakukan seperti kue bancakan para elite desa?
Temuan BPK soal keterlambatan, kelalaian, hingga dugaan penggunaan BLT untuk kepentingan pribadi kepala desa senilai ratusan juta rupiah adalah tamparan keras bagi nurani kita semua. Sebanyak 16 desa terbukti lalai, enam desa sama sekali belum menyalurkan BLT, sementara ada kepala desa yang tega memakai dana rakyat kecil demi perutnya sendiri.
Inilah wajah telanjang dari penyalahgunaan kekuasaan di akar rumput. Desa, yang seharusnya menjadi benteng terakhir kesejahteraan rakyat, justru ikut-ikutan main kotor dengan uang rakyat miskin.
Kami menuntut Bupati Ogan Ilir untuk berhenti sekadar memberi perintah di atas kertas. Harus ada tindakan nyata, sanksi tegas, bahkan proses hukum bila terbukti ada korupsi. BLT bukan milik kepala desa, bukan milik aparat, melainkan hak rakyat yang harus segera sampai ke tangan penerimanya.
Jika pelanggaran ini dibiarkan, maka pesan yang sampai ke masyarakat hanya satu: bahwa pejabat boleh seenaknya, sementara rakyat kecil tetap dipaksa menunggu dan menderita.
BLT bukan bancakan. BLT adalah hak rakyat miskin. Dan siapa pun yang mengkhianatinya, sejatinya sedang mengkhianati nurani bangsa.
Leave a Reply