
Kabupaten Bogor, Kamis (02/10/2025) –
Pekerjaan proyek pembangunan turap di Kampung Bengkok, Desa Jonggol, Kabupaten Bogor, menuai sorotan. Diduga kontraktor pelaksana tidak mematuhi aturan serta abai terhadap instruksi Gubernur Jawa Barat terkait perlindungan tenaga kerja dan keterbukaan informasi publik.
Fakta di lapangan menunjukkan, tidak ditemukan papan informasi (plang proyek) yang seharusnya wajib dipasang pada setiap kegiatan pembangunan yang bersumber dari anggaran negara, baik APBN, APBD, maupun Dana Desa. Ketiadaan plang proyek ini bukan hanya pelanggaran administratif, namun juga melanggar prinsip transparansi publik.
Dasar hukum mewajibkan pemasangan papan informasi proyek diatur dalam:
UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,
Perpres Nomor 54 Tahun 2010 dan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
Permen PU Nomor 12 Tahun 2014.
Papan proyek minimal memuat nama kegiatan, kontraktor pelaksana, konsultan pengawas, sumber anggaran, hingga nilai kontrak. Tanpa itu, proyek rawan disebut “proyek siluman” yang berpotensi sarat penyimpangan, tidak transparan, bahkan membuka celah praktik korupsi.
Selain itu, hasil investigasi tim media menemukan para pekerja tidak dilengkapi dengan BPJS Ketenagakerjaan serta tidak menggunakan alat pelindung diri (APD). Padahal, proyek konstruksi memiliki risiko tinggi kecelakaan kerja. Salah seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengaku, “Kami hanya pekerja borongan, Pak. Tidak ada BPJS, apalagi alat pelindung kerja.”
Ironisnya, pengawas lapangan pun tidak berada di lokasi. Ilham, selaku pengawas kerja, disebut sedang berada di luar kota. Sementara itu, Raihan yang mengaku hanya bertugas mengawasi material mengatakan tidak tahu menahu terkait papan proyek maupun RAB. Mandor pun tidak tampak di lokasi.
Saat dikonfirmasi, pihak pelaksana bernama Elan yang disebut sebagai penanggung jawab proyek tidak merespons pesan maupun panggilan yang dilayangkan tim investigasi.
Mengabaikan kewajiban mendaftarkan pekerja ke BPJS Ketenagakerjaan merupakan pelanggaran serius. Berdasarkan regulasi, kontraktor dapat dikenakan sanksi administratif, pencabutan izin usaha, hingga pidana penjara maksimal 8 tahun dan denda Rp1 miliar.
Kasus ini jelas menunjukkan lemahnya pengawasan instansi terkait, khususnya Dinas Tenaga Kerja dan Dinas PUPR. Publik mendesak agar Gubernur Jawa Barat serta dinas terkait tidak tutup mata atas dugaan pelanggaran ini, serta segera menindak tegas kontraktor yang bermain-main dengan aturan demi keuntungan pribadi.
Tim investigasi berkomitmen akan terus melakukan kontrol sosial terhadap setiap pembangunan yang menggunakan dana pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi


Leave a Reply