
Gunungsitoli, 21 Mei 2025 Rajawali Sriwijaya – Kasus dugaan pelanggaran pengelolaan limbah medis oleh Rumah Sakit Umum (RSU) Bethesda Gunungsitoli semakin memanas. Berawal dari laporan masyarakat, berlanjut dengan penangkapan empat karyawan, kemudian pembebasan mereka, hingga kini memicu reaksi keras dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan jurnalis di Kepulauan Nias. LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI) bersama Forum Aliansi Rakyat Peduli Kepulauan Nias (FARPKeN) bahkan berencana menggelar aksi damai untuk mendesak penegakan hukum yang adil terhadap korporasi.
Drama limbah medis ini bermula pada Selasa, 20 Mei 2025. Menurut Kasi Humas Polres Nias, AIPDA Motivasi Gea, pihak kepolisian menerima laporan dari masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tidak sesuai prosedur. Menanggapi laporan tersebut, Unit IV Satreskrim Polres Nias segera melakukan pembuntutan terhadap sebuah kendaraan yang diduga mengangkut limbah medis.
Sekitar pukul 10.30 WIB, kendaraan tersebut kedapatan menurunkan dua boks besar berisi limbah medis padat di sebuah gudang yang berlokasi tidak jauh dari jalan umum, di Desa Ombolata Simenari, Kecamatan Gunungsitoli Selatan, Kota Gunungsitoli. Di lokasi itulah, empat pria yang merupakan karyawan RSU Bethesda langsung diamankan. Mereka diketahui berinisial D.F.Z. (19 tahun), C.L. (28 tahun), D.L (26 tahun), dan FMSL. (18 tahun). Petugas turut mengamankan satu unit mobil pikap dan dua boks berisi limbah medis padat sebagai barang bukti.
Penangkapan yang Berujung Pembebasan: “Tangkap Lepas?”
Kasat Reskrim Polres Nias, AKP Adlersen Lambas Parto, pada saat itu menyatakan bahwa penindakan ini dilakukan sebagai upaya penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran pengelolaan limbah B3 yang berpotensi membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Ia menekankan bahwa “pengelolaan limbah medis memiliki standar dan regulasi ketat yang harus dipatuhi.”
Namun, dinamika kasus ini mulai menimbulkan pertanyaan ketika pada Rabu dini hari (21/5), keempat karyawan yang sempat ditangkap tersebut telah dibebaskan. Kapolres Nias, AKBP Revi Nurvelani, membenarkan pembebasan ini. Ia beralasan bahwa “Pasal yang di persangkakan tidak dapat di lakukan penahanan.” Revi menambahkan bahwa kasus tersebut masih dalam proses penyelidikan dan status keempatnya masih sebagai saksi, dengan janji akan memeriksa kembali bila dua alat bukti sudah siap dan lengkap.
Pihak kepolisian juga mengonfirmasi bahwa keempat karyawan tersebut telah dikembalikan kepada Kepala Sub Bagian Umum RSU Bethesda, Ridho Kristoper Zebua, pada hari yang sama setelah menjalani pemeriksaan. Proses penanganan kasus dinyatakan masih pada tahap penyelidikan awal dan akan melibatkan pemeriksaan ahli dari Dinas Lingkungan Hidup serta klarifikasi dari pihak manajemen RSU Bethesda.
Reaksi Keras LSM dan Aksi Damai: “Jangan Hanya Karyawan Jadi Tumbal!”
Gelombang protes dan desakan pun muncul dari berbagai pihak, khususnya dari LSM dan jurnalis di Kepulauan Nias. Agri Helpin Zebua, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI) Kepulauan Nias, angkat bicara dengan nada tegas. Ia menyatakan keprihatinannya atas pembebasan para karyawan dan mendesak Polres Nias untuk tidak berhenti pada level pelaksana.
“Kami mengamati bahwa empat karyawan RSU Bethesda telah dikembalikan setelah diperiksa. Kami pahami ini bagian dari prosedur. Namun, kami mengingatkan Polres Nias, jangan sampai karyawan kecil yang menjadi tumbal sementara akar masalahnya, yaitu manajemen rumah sakit, lolos dari jeratan hukum,” ujar Agri Helpin Zebua. Ia menegaskan bahwa pengelolaan limbah B3 adalah isu krusial yang membutuhkan sistem, kebijakan, dan pengawasan ketat dari manajemen tertinggi.
Agri Helpin Zebua juga menyoroti penggunaan Pasal 116 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang secara jelas memungkinkan penjeratan pidana terhadap korporasi. “Kami meminta Polres Nias untuk secara proaktif memanggil dan memeriksa seluruh jajaran direksi serta penanggung jawab pengelolaan limbah di RSU Bethesda,” desaknya.
Sebagai bentuk keseriusan dan pengawalan kasus, Agri Helpin Zebua menyatakan bahwa LSM KCBI akan bersinergi dengan Forum Aliansi Rakyat Peduli Kepulauan Nias (FARPKeN). FARPKeN sendiri merupakan wadah gabungan dari 7 organisasi masyarakat/LSM dan jurnalis di Kepulauan Nias.
“Melihat urgensi kasus ini, kami akan bersinergi dengan FARPKeN. Kami berencana akan melakukan aksi damai sebagai bentuk dukungan dan pengawasan publik terhadap kasus ini,” tegas Agri. Aksi damai ini bertujuan untuk memastikan bahwa keadilan lingkungan ditegakkan dan tidak ada pihak yang kebal hukum dalam upaya merusak lingkungan hidup demi keuntungan sesaat. Masyarakat Nias kini menantikan langkah konkret Polres Nias dalam menindaklanjuti kasus limbah medis ini. (red)
Leave a Reply