Advertisement

Dugaan Ketidaksesuaian Pertanggungjawaban Belanja BBM Dinas LH Kabupaten Bekasi Capai Rp7,3 Miliar

Rajawali Sriwijaya – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkapkan bahwa pertanggungjawaban belanja barang dan jasa oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi, khususnya dalam pengadaan BBM untuk UPTD PSA Burangkeng Tahun Anggaran 2023, tidak sesuai dengan kondisi senyatanya dengan nilai ketidaksesuaian mencapai Rp7.340.925.615,00.

Ringkasan Realisasi Anggaran

Dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Tahun 2023 yang telah diaudit, belanja barang dan jasa DLH mencapai Rp2,63 triliun, dengan belanja bahan bakar dan pelumas sebesar Rp53,28 miliar. Dari angka tersebut, Rp16,21 miliar direalisasikan khusus untuk pengadaan BBM jenis B30 di UPTD PSA Burangkeng.

Temuan Utama BPK:

  1. Pertanggungjawaban Tidak Sesuai Fakta
    Pengadaan BBM melalui PT SIAR senilai Rp7,34 miliar tidak didukung dokumen yang memadai. PT SIAR diketahui bukan agen resmi BBM dan tidak memiliki bukti transaksi sah, sehingga keabsahan pengadaan diragukan.
  2. Masalah Berulang dari Tahun 2022
    Dalam laporan BPK tahun sebelumnya, pengadaan BBM oleh PT TPW juga bermasalah dengan indikasi pemborosan anggaran Rp4,82 miliar, pembelian tidak nyata senilai Rp12,12 miliar, serta penggunaan dana tidak sah sebesar Rp2,04 miliar.
  3. Sanksi dan Tindak Lanjut
    Beberapa pejabat telah dikenai sanksi administratif, termasuk penundaan kenaikan gaji berkala. DLH juga telah beralih menunjuk PT APMU, agen resmi Pertamina, sebagai penyedia BBM mulai Juni 2023. Namun, hasil pemeriksaan lanjutan oleh Inspektorat pada Mei 2024 tetap menemukan:

Bukti pembayaran BBM alat berat tidak valid

Jumlah alat berat operasional tidak sesuai kenyataan

Kelebihan pembayaran sebesar Rp3,05 miliar, di mana Rp1,07 miliar belum dikembalikan ke kas daerah

Rekomendasi BPK:
Kepala DLH diminta meningkatkan pengawasan dan memastikan proses pengadaan hanya dilakukan melalui agen resmi.

Sanksi tegas harus diberikan kepada pihak yang terlibat, termasuk PPK, Kepala UPTD, PPTK, dan bendahara.

Inspektorat diminta melanjutkan pemeriksaan investigatif dan menagih kelebihan pembayaran kepada PT TPW.

Kasus ini kembali menjadi sorotan publik dan menunjukkan pentingnya transparansi serta pengawasan ketat dalam pengelolaan APBD. Masyarakat diimbau untuk ikut mengawasi pelaksanaan rekomendasi agar tidak terjadi pengulangan kasus serupa.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *