
PANGKALPINANG, Rajawali Sriwijaya Selasa, 15 Juli 2025 – Kabar mengejutkan datang dari Bangka Belitung. Indikasi ijazah S1 palsu yang diduga dimiliki oleh Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Abdul Fatah telah memicu kegaduhan dan menggerus kepercayaan publik. Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya, sebuah sinyal bahwa dugaan serius ini telah merobek integritas birokrasi.
“Saya sangat kecewa. Ini adalah masalah serius yang mencoreng nama baik pemerintahan daerah,” tegas Gubernur Erzaldi Rosman Djohan. Pernyataan ini bukan sekadar luapan emosi, melainkan peringatan keras atas standar etika yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap pejabat publik. Jika terbukti benar, kasus ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap amanah rakyat yang menitipkan harapan pada pemimpinnya.
Dugaan pemalsuan ijazah ini lebih dari sekadar urusan administrasi. Ini adalah cacat moral yang fundamental. Bagaimana mungkin seorang pejabat yang seharusnya menjadi teladan justru diduga menempuh jalur pintas dan tidak jujur dalam mendapatkan pengakuan akademis? Hal ini secara langsung mempertanyakan kualitas kepemimpinan dan pengambilan kebijakan yang selama ini berjalan.
Masyarakat berhak bertanya: Apakah legitimasi sebuah jabatan masih berarti jika pondasinya dibangun di atas kebohongan? Kasus semacam ini berpotensi besar merusak iklim kepercayaan, menghambat reformasi birokrasi, dan bahkan bisa memicu praktik serupa di kemudian hari jika tidak ditangani dengan tegas.
Saat ini, sorotan tajam tertuju pada proses verifikasi dan penyelidikan. Publik menuntut transparansi penuh dan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada toleransi bagi praktik pemalsuan, apalagi yang melibatkan pejabat negara.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung wajib membuktikan komitmennya terhadap pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Ini adalah ujian integritas bagi seluruh jajaran birokrasi. Kegagalan dalam mengungkap kebenaran dan menindak tegas pihak yang bersalah hanya akan menambah daftar panjang keraguan publik terhadap kapasitas dan moralitas penyelenggara negara.
Masyarakat menanti langkah konkret. Akankah kasus ini menjadi momentum untuk membersihkan birokrasi dari oknum tak berintegritas, ataukah akan menjadi noda baru yang semakin memperkeruh citra pemerintahan? Waktu yang akan menjawab, namun tekanan publik untuk keadilan dan kebenaran sudah di ambang pintu.
Publisher -Red
Leave a Reply