
DEPOK – Rabu (10/9) siang, ruang sidang Pengadilan Agama Depok dipenuhi suasana tegang. Di balik meja hijau, hakim membacakan putusan perkara perceraian nomor 2121/Pdr.G/2024/PA.Dpk yang melibatkan WW dan istrinya, aktivis perempuan sekaligus pemerhati anak, Bunda Maya IBN.
Maya datang dengan wajah tegar, ditemani kuasa hukumnya. Namun, ketegaran itu luluh ketika nama suaminya, WW, kembali tidak muncul di ruang sidang. Pria yang pernah ia cintai itu hanya mengutus kuasa hukumnya, Rio Sinaga, dengan alasan sedang berlibur di luar negeri.
“Klien kami saat ini sedang berada di luar negeri, sehingga hanya kami yang hadir untuk menyampaikan ikrar,” ujar Rio seusai persidangan.
Bagi Maya, alasan itu terasa terlalu ringan. Ia berharap, setidaknya di momen penting ini, suaminya hadir secara langsung untuk menjelaskan berbagai persoalan yang masih menggantung.
Air mata Maya tak terbendung saat menceritakan kekecewaannya. Ia merasa ada sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan. Salah satunya adalah munculnya surat dari seorang psikolog yang menyebut dirinya sakit.
“Tiba-tiba ada surat psikolog yang menerangkan saya sakit, padahal saya tidak pernah merasa diperiksa,” ungkapnya dengan nada getir.
Tak hanya itu, Maya juga dikejutkan dengan adanya dokumen yang menyebut suaminya telah memiliki seorang anak. Penemuan itu membuat hatinya semakin remuk, mengingat pernikahannya selama ini belum pernah dikaruniai keturunan.
Maya menegaskan, lebih dari sekadar status hukum, yang ia butuhkan adalah kesempatan untuk bertatap muka langsung dengan WW.
“Saya ingin bertemu dengan Wisnu. Ada banyak hal yang ingin saya tanyakan, seperti soal surat psikolog itu dan dokumen tentang anak yang tiba-tiba muncul,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Perubahan sikap WW yang mendadak juga membuat Maya terpukul. Ia mengingat jelas, suaminya sempat pergi tanpa konflik besar. Namun, tak lama kemudian, ia justru menerima kenyataan pahit digugat cerai.
“Dulu dia pergi dengan baik-baik, tapi tiba-tiba mengajukan perceraian. Saya benar-benar down dengan perubahan sikapnya,” ucap Maya sambil menahan tangis.
Kasus ini bukan sekadar gugatan cerai, melainkan juga potret perjuangan seorang perempuan menghadapi badai rumah tangga dan sistem hukum. Maya, yang selama ini dikenal aktif memperjuangkan hak perempuan dan anak, kini berada di posisi sebagai pihak yang mencari keadilan.
Meski hatinya hancur, Maya tetap berusaha berdiri tegak. Ia ingin kebenaran terungkap, sekaligus berharap ada ruang dialog yang jujur dengan suaminya. “Saya hanya ingin bicara langsung, dari hati ke hati,” pungkasnya.
(red)
Leave a Reply