
Bogor, Rajawali Sriwijaya—
Lembaga Swadaya Masyarakat Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia (KCBI) menyoroti keras putusan Pengadilan Negeri Cibinong terhadap perkara pidana lingkungan hidup yang melibatkan PT Bintang Prima Perkasa, perusahaan pengelola limbah oli bekas yang terbukti melakukan dumping limbah ke media lingkungan tanpa izin.
Dalam putusan yang teregister di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Cibinong, majelis hakim menjatuhkan denda hanya sebesar Rp30 juta, jauh di bawah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mengacu pada Pasal 104 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) — dengan ancaman pidana penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.

Keputusan tersebut langsung menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Ketua Umum KCBI, Joel Barus Simbolon, menyebut putusan ini sebagai tamparan terhadap keadilan lingkungan dan dugaan kuat adanya permainan mafia peradilan di balik vonis ringan tersebut.
“Vonis tiga puluh juta rupiah untuk perusak lingkungan yang membuang limbah ke sungai adalah penghinaan terhadap hukum dan akal sehat publik. Ini bukan lagi kelalaian, tapi indikasi nyata adanya praktik suap atau intervensi dalam proses peradilan,” tegas Joel.B.S dalam keterangannya, Rabu (23/10/2025).
Menurut hasil investigasi tim hukum dan advokasi KCBI, terdapat kejanggalan serius dalam proses persidangan maupun hasil putusan. Salah satunya adalah tidak adanya upaya banding dari pihak Kejaksaan, meskipun vonis hakim jelas tidak sebanding dengan beratnya pelanggaran.
“Ini aneh. Ketika pelaku korporasi merusak lingkungan, buktinya jelas, pelanggarannya terbukti, tapi hukumannya hanya 1% dari tuntutan. Kami menduga kuat telah terjadi transaksi gelap antara pihak tertentu dengan oknum aparat peradilan,” tambah Joel.B.S
KCBI menyatakan akan segera melaporkan dugaan keterlibatan mafia hukum di Pengadilan Negeri Cibinong kepada Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga ini juga menuntut agar seluruh majelis hakim yang menangani perkara tersebut diperiksa secara etik dan harta kekayaannya diaudit secara menyeluruh.
Pabrik Masih Beroperasi di Atas Sungai
Selain persoalan hukum, KCBI juga menemukan bahwa pabrik PT Bintang Prima Perkasa masih beroperasi hingga kini, padahal lokasi bangunannya diduga berdiri di atas sempadan Sungai Cileungsi tanpa Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Hasil penelusuran di lapangan memperlihatkan limbah cair masih ditemukan di sekitar aliran sungai dan aktivitas produksi tetap berjalan seperti biasa.

“Ini pelanggaran berlapis — limbah, tata ruang, dan hukum lingkungan. Tapi tidak ada tindakan tegas dari DLH maupun Satpol PP. Ada apa sebenarnya?” ujar salah satu tim investigasi KCBI di lokasi.
KCBI mendesak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat, DLH Kabupaten Bogor, DPKPP, dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung–Cisadane untuk segera menertibkan seluruh bangunan ilegal di sepanjang DAS Cileungsi serta melakukan normalisasi kawasan sebagai langkah pemulihan lingkungan.
Sebagai tindak lanjut, KCBI akan mengajukan:
- Laporan resmi ke KY, MA, dan KPK terkait dugaan suap dan intervensi dalam perkara ini.
- Surat klarifikasi terbuka kepada Kepala PN Cibinong untuk meminta dasar pertimbangan hukum atas putusan ringan tersebut.
- Koordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) agar memberikan sanksi administratif dan penegakan hukum tambahan terhadap korporasi pelanggar.
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia hukum dan mafia lingkungan. Jika kasus seperti ini dibiarkan, maka setiap perusahaan akan merasa bebas mencemari sungai dengan uang suap sebagai tameng,” ketua umum lsm kcbi
KCBI berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan menjadikan PN Cibinong sebagai contoh nyata bagaimana hukum bisa dibeli—jika publik diam.
(Hesty)


Leave a Reply