Advertisement

WAKIL PRESIDEN SEKALIPUN TEMBAK MATI JIKA BERKHIANAT KEPADA BANGSA SENDIRI

Korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi pengkhianatan terhadap bangsa. Seorang pejabat, termasuk Wakil Presiden sekalipun, yang mengkhianati rakyat dan negara seharusnya tidak mendapatkan perlindungan. Jika sumpah jabatan diingkari, maka tak ada alasan untuk memberi toleransi—hukuman berat, bahkan hingga nyawa taruhannya, layak dipertimbangkan bagi mereka yang merusak negeri dengan keserakahan.

Koruptor adalah pejabat penyelenggara negara yang seharusnya menjadi pelayan rakyat, tetapi justru memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri. Mereka telah bersumpah di hadapan konstitusi, Tuhan, dan rakyat untuk menjalankan tugas dengan jujur serta mengutamakan kepentingan negara. Namun, realitas membuktikan banyak di antara mereka yang justru mencari celah dari aturan yang berlaku.

Mereka memahami hukum, tetapi bukan untuk ditaati—melainkan untuk dimanipulasi. Standar Operasional Prosedur (SOP) yang seharusnya menjadi pedoman kerja, justru dijadikan tameng untuk meloloskan kepentingan pribadi. Ini bukan sekadar kelalaian, melainkan niat jahat yang sudah direncanakan.

Ibarat seseorang yang berjalan di tengah hujan tanpa basah, mereka merancang strategi agar kejahatannya tak terendus. Mereka menyusun rekayasa hukum, menciptakan alibi, dan menyuap agar tetap bebas. Namun, sebesar apa pun upaya melindungi diri, kebenaran akan tetap menemukan jalannya.

Negara tidak boleh lunak terhadap pengkhianat bangsa. Jika hukum masih bisa dibeli, jika keadilan masih bisa dipermainkan, maka bangsa ini akan terus jatuh ke dalam lingkaran kebobrokan. Sudah saatnya penegakan hukum menjadi pedang yang benar-benar tajam—tanpa pandang bulu, tanpa kompromi, bahkan jika yang harus dijatuhi hukuman adalah pemimpin tertinggi sekalipun.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *