
BEKASI, Rajawali Sriwijaya – Pertumbuhan infrastruktur di Indonesia, khususnya sektor properti dan komersial, berkembang pesat. Namun, di balik kemegahan fisik bangunan, masih banyak pelanggaran administratif yang diabaikan. Salah satunya adalah ketiadaan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dokumen penting yang menjamin bangunan telah memenuhi standar keselamatan, stabilitas, dan kelayakan teknis.
“SLF bukan sekadar formalitas – ini adalah bukti bahwa bangunan aman digunakan dan sah secara hukum,” tegas, Joel Barus Simbolon Ketua Umum LSM Kemilau Cahaya Bangsa Indonesia, saat ditemui wartawan, Selasa (14/10/25).
Joel menjelaskan bahwa SLF diatur dalam UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan diperkuat oleh Permen PUPR No. 27/PRT/M/2018. Kedua regulasi tersebut mewajibkan setiap bangunan yang telah selesai dibangun untuk mengantongi SLF sebelum digunakan, terutama untuk bangunan komersial seperti hotel, pusat perbelanjaan, perkantoran, hingga apartemen.
“Tanpa SLF, IMB tidak lagi berlaku secara efektif. Ini sangat berisiko, terutama bagi bangunan yang melayani publik,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa bangunan publik dengan luas lebih dari 500 meter persegi harus mengurus SLF maksimal dalam waktu 3 bulan setelah konstruksi selesai. Keterlambatan bisa berujung pada teguran tertulis, pembatasan aktivitas, bahkan penyegelan oleh Satpol PP.
Tak hanya bangunan baru, SLF juga diwajibkan untuk bangunan lama yang mengalami renovasi besar, perubahan fungsi, atau penambahan struktur signifikan.
“Pemilik bangunan sering meremehkan denda, padahal biayanya bisa membengkak, termasuk biaya audit ulang struktur bangunan. Jika diabaikan, penyegelan bisa dilakukan secara terbuka dan diumumkan ke publik,” katanya.
SLF juga menjadi syarat penting dalam pengurusan NIB, TDUP, hingga sertifikasi ISO, dan kegagalan memiliki dokumen ini bisa berujung pada kegagalan audit legalitas. Tak sedikit investor asing menarik diri karena SLF tidak valid, menandakan pentingnya dokumen ini sebagai simbol kredibilitas usaha.
Lebih lanjut, Joel menyarankan agar DPKPP dan Satpol PP Kabupaten Bekasi segera mulai mendata serta menertibkan bangunan usaha yang tidak memiliki SLF. Ini penting bukan hanya untuk penegakan hukum, tetapi juga untuk menjaga keselamatan publik dan kestabilan iklim investasi.
“Daripada menunggu sampai usaha disegel atau kehilangan pelanggan, jauh lebih bijak untuk mengurus SLF sejak awal. Ini investasi legalitas jangka panjang yang sangat vital,” tutupnya.(red)


Leave a Reply